Musim hujan telah tiba. Salah satu gejala alam yang biasa
muncul bersamaan dengan musim hujan ini adalah petir. Petir adalah sebuah gejala alam yang
mengagumkan. Rekahan cahaya yang bercabang-cabang dari langit bagian atas ke bagian
yang lebih bawah atau bahkan dari langit ke tanah. Kadang kala disertai suara
yang menggelegar, bernama guntur.
Meskipun mengagumkan, petir juga merupakan peristiwa yang paling
mematikan di alam ini. Temperatur petir bisa lebih panas dibandingkan temperatur
permukaan matahari. Mereka yang nasibnya malang, akan hangus jika terkena
sambaran petir.
Bagaimana peristiwa luas biasa ini bisa terjadi? Bagaimana proses
terjadinya petir?
Petir sesungguhnya adalah sebuah gejala kelistrikan; yakni peristiwa
pelepasan muatan-muatan listrik dari awan yang mengandung muatan listrik
berlebih ke bagian lain awan yang memiliki kandungan muatan listrik yang lebih
sedikit; atau dari awan ke permukaan tanah.
Dari mana awan bisa memiliki muatan listrik berlebih?
Ceritanya kurang lebih seperti ini.
Pada siklus air di alam ini, uap air akan berkumpul di
atmosfer. Kumpulan uap air inilah yang kita sebut dengan awan. Segumpalan awan
dapat mengandung berjuta-juta tetes air dan es yang menggantung di udara. Karena
proses penguapan dan kondensasi yang terus menerus berlangsung, tetes-tetes air
di awan akan selalu bertumbukan dengan titik-titik air yang sedang mengalami
proses pengembunan. Selain itu, tumbukan juga terjadi saat butiran-butiran es
jatuh ke bumi atau bergerak ke arah awan yang lebih rendah. Tumbukan ini
menyebabkan elektron terlempar keluar dari uap air yang sedang bergerak ke atas
sehingga menyebabkan terjadinya pemisahan muatan.
Elektron-elektron yang terlempar akan berkumpul di bagian bawah awan, sehingga bagian tersebut bermuatan negatif. Sementara itu uap air yang bergerak ke atas, yang mengalami kehilangan elektron, akan berkumpul di bagian atas awan. Karena uap ini telah kehilangan elektron, maka kumpulan uap air di bagian atas awan menyebabkan bagian tersebut bermuatan positif.
Di samping peristiwa tumbukan, proses pendinginan juga turut
memberi andil pada pengumpulan muatan-muatan di awan. Saat uap air yang
bergerak ke atas mengalami penurunan temperatur dan mulai mengalami pembekuan
di bagian atas awan, uap air beku ini menjadi bermuatan negatif sedangkan sisanya
yang tidak membeku akan bermuatan positif. Pada titik ini, adanya aliran udara
yang bergerak ke atas akan menyapu titik-titik air yang bermuatan positif dari
es dan membawanya ke puncak awan. Sementara itu, air beku yang tertinggal akan memiliki
kecenderungan untuk jatuh ke bagian bawah awan atau bahkan terus jatuh hingga
ke permukaan bumi.
Kedua proses inilah, tumbukan dan pembekuan, yang menyebabkan sebuah awan dapat mengalami pemisahan muatan secara ekstrem. Kumpulan muatan-muatan yang terpisah secara ekstrem inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab dan pemicu terjadinya petir.
Tatkala pemisahan muatan terjadi pada sebuah awan, maka di
dalam awan tersebut terbentuk medan listrik. Seperti halnya pada awan, medan
listrik akan bermuatan negatif di bagian bawah dan positif di bagian atas.
Besarnya medan listrik ini berkaitan langsung dengan jumlah muatan yang terkumpul pada masing-masing bagian dalam awan. Saat peristiwa tumbukan dan proses pembekuan berlangsung, jumlah muatan yang terbentuk semakin banyak dan medan listrik yang tercipta juga semakin kuat. Sedemikian kuatnya medan listrik ini sehingga elektron-elektron di permukaan bumi pun dapat tertolak masuk lebih jauh ke dalam permukaan tanah oleh medan listrik negatif bagian bawah awan tersebut. Elektron yang terdorong lebih jauh ke dalam permukaan bumi akan menyebabkan muatan positif muncul di atas permukaan bumi.
Sekarang kita telah memiliki awan yang bagian bawahnya bermuatan negatif, dan permukaan bumi yang bermuatan positif. Yang kita butuhkan sekarang adalah sebuah lintasan konduktif, yaitu lintasan yang dapat dilalui oleh elektron di bagian bawah awan untuk mengalir ke permukaan bumi yang bermuatan positif.
Bagaimana lintasan konduktif tersebut bisa muncul?
Kita tahu bahwa udara merupakan bahan isolator yang sulit
dilalui oleh muatan semacam elektron. Namun demikian, jika terdapat medan
listrik yang sangat kuat, medan listrik ini akan menyebabkan atom-atom dalam
molekul udara akan mengalami ionisasi, yaitu terpisahnya elektron dari
atom-atomnya sehingga menghasilkan ion-ion positif. Ionisasi udara ini akan
menyebabkan elektron mudah bergerak dalam udara. Dengan demikian,
elektron-elektron yang banyak berkumpul di bagian bawah awan, karena memiliki
mobilitas yang sangat tinggi, memiliki peluang yang besar menghasilkan aliran
listrik. Mengapa demikian?
Hal ini bisa terjadi karena peristiwa ionisasi udara atau
gas akan menghasilkan zat yang disebut plasma yang memiliki sifat konduksi yang
sama dengan sifat konduksi logam. Bagi alam, plasma merupakan alat untuk dapat
menetralkan muatan-muatan listrik yang terpisah dalam medan listrik.
Jika Anda familiar dengan reaksi kimiawi saat pembakaran, Anda tentu ingat bahwa proses oksidasi memainkan peranan penting dalam proses pembakaran tersebut. Oksidasi merupakan proses dimana sebuah atom atau molekul kehilangan elektron saat bergabung dengan oksigen. Atau secara sederhana bisa dikatakan bahwa oksidasi merupakan proses dimana atom-atom atau molekul-molekul berubah dari atom atau molekul berpotensial positif lebih rendah menjadi atom atau molekul berpotensial positif lebih tinggi.
Hal yang sama terjadi pada proses ionisasi yang menghasilkan
plasma karena pada peristiwa ini juga terjadi kehilangan elektron. Berdasarkan
perbandingan ini, kita dapat mengatakan bahwa proses ionisasi merupakan proses
pembentukan lintasan di udara untuk dapat dilalui oleh petir.
Jadi setelah proses ionisasi, mulailah terbentuk jalur dari awan ke bumi. Namun demikian, jalur tersebut tidak tercipta secara secara tiba-tiba. Biasanya terbentuk banyak jalur-jalur (dalam bentuk udara yang terionisasi) yang terpisah-pisah yang bermula dari awan. Jalur-jalur terpisah ini merambat ke bumi dalam beberapa tahapan, yang tidak harus mengikuti garis lurus menuju bumi. Hal ini terjadi karena udara belum tentu terionisasi secara seragam ke segala arah. Debu, atau kotoran-kotoran di udara dapat menyebabkan udara mengalami ‘kerusakan’ yang lebih mudah pada satu arah tertentu dibandingkan dengan arah yang lain, sehingga memberi kesempatan yang lebih baik bagi petir untuk mencapai bumi lebih cepat pada arah tersebut. Di samping itu, bentuk medan listrik juga sangat mempengaruhi jalur ionisasi.
Bentuk medan listrik ini bergantung pada lokasi partikel bermuatan, dalam hal ini, partikel bermuatan terletak di bagian bawah awan dan di permukaan bumi. Jika awan sejajar dengan permukaan bumi, dan luasnya cukup kecil sehingga lengkungan bumi dapat diabaikan, maka lokasi dua partikel bermuatan akan berperilaku seperti dua pelat bermuatan. Garis-garis gaya yang terbentuk (disebut juga fluks listrik) akan tegak lurus dari awan ke bumi, seperti halnya garis-garis gaya pada sebuah kapasitor pelat sejajar.
Garis-garis fluks selalu memancar secara radial dari
permukaan muatan kemudian bergerak menuju sasaran mereka. Berdasarkan hal ini,
kita dapat mengatakan bahwa jika bagian bawah awan bukan merupakan permukaan
datar, maka fluks listriknya tidak akan seragam. Oleh karena itu, loncatan petir
tidak harus berupa jalur berupa garis lurus ke permukaan bumi.
Berdasarkan berbagai kemungkinan di atas, jelaslah bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi arah loncatan petir. Kita tahu bahwa lintasan terpendek antara dua titik adalah garis lurus; namun demikian, untuk kasus medan listrik, fluks listrik tidak mesti melalui jarak terpendek karena jarak terpendek bagi listrik belum tentu berarti jalur dengan hambatan yang lebih kecil.
Nah, sekarang kita memiliki awan bermuatan listrik dengan jalur-jalur lintasan petir yang muncul dan melar ke arah bumi secara bercabang-cabang. Jalur petir ini agak bersinar dengan warna keungu-unguan dan dapat membangkitkan jalur-jalur lainnya pada daerah dimana jalur-jalur petir asalnya membelok atau berbalik. Begitu jalur-jalur ini terbentuk, maka jalur-jalur tersebut akan tetap ada hingga muatan listrik melaluinya, tanpa bergantung pada apakah jalur petir ini yang pertama kali mencapai tanah atau bukan. Jalur petir ini pada dasarnya memiliki dua kemungkinan: muncul terus menerus dalam proses pertumbuhan plasma atau menunggu dengan sabar dalam plasmanya sampai jalur petir lain mengantarkan sambaran petir mengenai sebuah target.
Jalur petir yang mencapai bumi pertama kali akan menyediakan lintasan konduktif di antara awan dan bumi. Catat baik-baik bahwa jalur petir ini bukanlah petir yang menyambar itu. Jalur petir ini hanya memetakan jalan yang akan dilalui oleh petir yang menyambar. Sambaran petir itu sendiri akan terjadi secara tiba-tiba, massif, dan mengalirkan arus muatan dari awan ke tanah.
Begitu jalur petir sampai di tanah, benda-benda di atas permukaan tanah mulai merespons adanya medan listrik yang kuat. Benda-benda ini kemudian menghasilkan aliran muatan positif ke arah awan. Aliran positif ini juga berwarna kebiru-biruan dan kelihatan lebih jelas pada tepi-tepinya yang tajam. Tubuh manusia juga dapat menghasilkan aliran muatan positif ini pada saat mengalami medan listrik yang kuat seperti medan listrik yang berasal dari awan. Sebenarnya, apapun di permukaan bumi akan berpotensi untuk menghasilkan aliran muatan positif.
Apa yang terjadi kemudian adalah pertemuan antara sebuah jalur petir dengan aliran muatan positif. Seperti telah dikemukakan, aliran muatan yang dicapai oleh jalur petir tidak harus aliran muatan yang terdekat dengan awan. Itulah sebabnya petir sering kali menyambar tanah meskipun di daerah tersebut banyak pohon-pohon tinggi atau benda-benda lain yang tinggi. Fakta bahwa tangga petir tidak mengambil lintasan berupa garis lurus merupakan penjelasan atas hal tersebut.
Setelah jalur petir dan aliran muatan positif bertemu, udara yang terionisasi (plasma) telah menyempurnakan perjalanannya ke bumi dan meninggalkan lintasan konduktif dari awan ke tanah. Dengan sempurnanya lintasan ini, terjadilah aliran arus muatan antara bumi dengan awan. Aliran arus seperti ini adalah mekanisme alam untuk menetralkan adanya pemisahan muatan-muatan. Adapun kilatan cahaya yang kita lihat pada saat terjadinya penetralan muatan ini bukanlah petir itu. Cahaya tersebut tidak lain hanya efek lokal dari sambaran.
Jika ada arus listrik, maka pasti ada panas yang muncul akibat arus listrik tersebut. Karena dalam peristiwa petir terdapat banyak sekali muatan yang terlibat, maka panas yang timbul pada sambaran tersebut juga sangat luar biasa. Bahkan, faktanya, sambaran petir ini lebih panas dibandingkan permukaan matahari. Panas ini menyebabkan munculnya kilatan biru putih yang biasa terlihat.
Saat jalur petir bertemu dengan aliran arus muatan (terjadi petir), udara di sekitar sambaran petir tersebut menjadi luar biasa panas. Karena panas akan menyebabkan udara memuai, maka panas yang sedemikian tinggi yang terjadi pada peristiwa sambaran petir menyebabkan udara meledak. Ledakan ini ditandai dengan bunyi gemuruh yang kita sebut sebagai guntur.
Nah, kira-kira seperti itulah kisah tentang petir itu. Ceritanya cukup panjang, mudah-mudahan tidak membingungkan, sebab kita mencoba menguraikan secara detail proses terjadinya petir tersebut.
Bagaimana pendapat Anda?
0 komentar:
Posting Komentar